Dampak Kenaikan BBM, Indonesia Terancam Stagflasi

Foto: Penulis Fahrizal, Aktivis PMII Tangerang

Aksarakata – Beberapa pekan yang lalu, Tepatnya pada 3 September 2022, Pemerintah menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) berjenis Pertalite, Solar dan Pertamax. Hal ini diprediksi oleh para ahli di bidang ekonomi akan menimbulkan dampak sistemik.

Kenaikan harga bahan bakar minyak memang bukanlah hal baru bagi masyarakat Indonesia. Namun demikian, ketika kita berfokus pada konteks bisnis, maka terdapat hal-hal yang dinamis serta dapat terkait antara satu sektor dengan sektor lainnya, di mana perlu untuk menjadi perhatian dalam rangka menjaga stabilitas ekonomi, politik, serta bidang sosial.

Kebijakan penyesuaian harga BBM bersubsidi tersebut akan sangat memberatkan kehidupan rakyat. Pasalnya kenaikan harga BBM ini pasti akan langsung disusul kenaikan berbagai harga komoditas kehidupan lainnya.

Tentunya langkah pemerintah ini sungguh amat kejam di tengah kondisi masyarakat yang berada di bawah himpitan ekonomi yang sulit dan daya beli yang masih sangat rendah pemerintah dengan teganya justru menaikkan harga BBM

Kebijakan tersebut kurang sejalan dengan kondisi saat ini dimana harga minyak dunia sedang turun. Mestinya pemerintah masih dapat menunda kenaikan harga BBM.

Kenaikan BBM subsidi dilakukan pada waktu yang tidak tepat. Karena akibat kenaikan BBM ini akan berdampak pada kenaikan harga berbagai bahan pangan dan kebutuhan masyarakat lainnya. Masyarakat saat ini tidak siap dengan berbagai kenaikan tersebut

Foto: Ilustrasi Stagflasi BBM (Istimewa)

Belum lagi, dampak dari pandemi yang menghantam ekonomi masyarakat belum usai, kini masyarakat harus di hadapkan pada berbagai kenaikan harga.

Pemerintah benar-benar telah menciptakan penderitaan bagi masyarakat. Dampak kenaikan BBM ini membuat Indonesia terancam stagflasi.

Stagflasi adalah kondisi ekonomi yang ditunjukkan dengan pertumbuhan ekonomi yang melemah dan angka pengangguran yang tinggi. Biasanya diikuti juga dengan adanya kenaikan harga-harga atau inflasi (Investopedia).

Dimana kenaikan berbagai harga harga tidak diikuti oleh kesempatan kerja, bahkan terdapat potensi PHK besar besaran karena pabrik pabrik juga akan keberatan menghadapi dampak dari kenaikan harga BBM ini.

Kemudian bantuan sosial yang digelontorkan sebesar Rp 24,17 triliun juga dinilai tidak akan sebanding dengan tingkat risiko yang akan ditanggung atas kebijakan kenaikan BBM.

Pemerintah bisa menggunakan defisit anggaran yang masih ada ruang di atas 3% sebagaimana Undang-Undang membolehkan untuk mempertahankan subsidi BBM, dan juga proyek-proyek infrastruktur yang lemah proyeksi benefitnya terhadap APBN harus dialihkan dulu untuk menangani subsidi BBM.

Seperti contohnya penundaan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara dan proyek Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung.

Akibat kenaikan BBM juga akan menyebabkan potensi penambahan orang miskin baru dari kelas menengah. Sedangkan anggaran pengalihan subsidi BBM sebesar Rp 24,17 triliun masih tidak mencukupi.

Terkesan pemerintah sangat kejam, dan tidak peduli dengan kondisi rakyatnya dan hanya peduli dengan proyek-proyek mercusuarnya antara lain Ibukota Baru dan Kereta Api Cepat | Hz

Loading

Share: