Keresahan PMII di Tengah HUT Kabupaten Tangerang ke-392: Suara dari Pinggir Jalan untuk Perubahan

Di bawah terik matahari Minggu siang, puluhan mahasiswa dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kabupaten Tangerang berdiri tegap di depan kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Tangerang. Bendera biru PMII berkibar, suara megafon bergema, mengiringi semangat mereka yang menuntut keadilan.

Pada hari yang sama, Kabupaten Tangerang merayakan Hari Ulang Tahunnya yang ke-392 dengan kemeriahan, namun di sudut lain kota, aksi ini menggema dengan keresahan yang mereka bawa: pemerintah yang dianggap kurang memerhatikan rakyatnya.

Momentum ulang tahun Kabupaten ini tidak hanya menjadi perayaan, tapi juga menjadi refleksi untuk menyuarakan berbagai persoalan yang masih dihadapi masyarakat. Di tengah gegap gempita acara seremonial, suara mereka menyuarakan realita yang jauh dari hiruk pikuk perayaan.

Fikri, Koordinator Lapangan aksi tersebut, berdiri di tengah kerumunan, memimpin massa dengan suara lantang. Di tangannya, spanduk besar berisi sederet tuntutan terbentang, setidaknya ada 16 poin tuntutan yang ditujukan kepada pemerintah daerah. “Ini bukan hanya tentang kami, ini tentang rakyat,” serunya. “Kami datang dengan membawa suara masyarakat yang sering kali diabaikan. Tuntutan ini mewakili harapan banyak orang di Kabupaten Tangerang.”

Tuntutan mereka menyentuh berbagai sektor penting, mulai dari infrastruktur yang tak merata, pelayanan publik yang dirasa lamban, hingga kesejahteraan sosial yang tak kunjung membaik. Namun, di balik semua tuntutan itu, ada keresahan mendalam yang dirasakan oleh mereka yang hidup di lapisan bawah masyarakat. **”Pemerintah seakan menutup mata terhadap kondisi nyata di lapangan,” lanjut Fikri dengan nada tegas.

Di sudut lain, M. Syaeful Abdi, Ketua Cabang PMII Kabupaten Tangerang yang akrab disapa Asep, ikut merespons dengan ketegasan yang sama. Baginya, aksi ini bukan sekadar protes, tetapi cerminan dari rasa frustrasi terhadap kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak pada masyarakat kecil. “Kami hadir dengan damai, membawa keresahan yang sudah lama kami rasakan. Hari ini, kami ingin pemerintah mendengar,” ungkapnya.

Meski aksi ini berjalan damai, sempat terjadi gesekan dengan aparat keamanan. Namun, kekacauan tersebut cepat teratasi. “Kami menolak tindakan represif, kami hanya ingin berdialog dan menyampaikan apa yang seharusnya diperhatikan oleh pemerintah,” tegas Asep.

Pada akhirnya, setelah ketegangan mereda, Muhamad Amud pimpinan DPRD, hadir di tengah massa, membuka ruang diskusi. Momen ini menjadi simbol kecil dari harapan bahwa suara rakyat, meski diucapkan dari pinggir jalan, masih bisa didengar oleh para pengambil kebijakan.

Di balik seremonial megah peringatan HUT Kabupaten Tangerang yang ke-392, suara PMII ini adalah pengingat bahwa ada segudang pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh pemerintah Kabupaten Tangerang. Di hari yang seharusnya penuh suka cita, para mahasiswa justru datang dengan wajah serius, membawa keresahan yang nyata. Momen ulang tahun ini bukan hanya tentang merayakan sejarah panjang kabupaten ini, tetapi juga untuk melihat ke masa depan dengan lebih kritis.

“Semoga ini menjadi momen bagi semua pihak, terutama pemerintah, untuk berbenah,” ujar Asep saat menutup orasinya. “Kita semua harus sadar, ulang tahun ini bukan sekadar perayaan, tapi juga waktu yang tepat untuk introspeksi dan memperbaiki diri demi kesejahteraan masyarakat.”|Hz

Loading

Share: