Konflik Antara Arab Sunni dengan Iran Syi’ah

Artikel ini akan membahas dan melihat sejauh mana perseteruan antara Arab Saudi yang Sunni dan negara-negara Islam sekutunya,  dan Iran yang Syi’ah serta kelompok-kelompok oposisi yang berafiliasi dan beraliran Syi’ah. Apakah sebab yang melatarbelakangi terjadinya ketegangan dan saling curiga antara arab sunni dan Iran Syi’ah. Adakah semata-mata konflik aliran ideologi dan mazhab yang berbeda antara keduanya atau persaingan politik regional diantara keduanya.

Rivalitas diantara kedua negara telah berlangsung semenjak revolusi Iran pada Tahun 1979.  menurut Brooking Doha Center  dalam analisis laporannya menegaskan bahwa perang dingin di Timur Tengah disebabkan sektarianisme agama, di mana Saudi yang beraliran Ahlussunnah Sunni dan Iran yang bermazhab Syi’ah adalah menjadi sebab pemicu ketegangan antara keduanya. isu sektarianisme juga dirasakan oleh negara-negara tetangga Syuriah, Yaman, Irak Bahrain dan Qatar.

Sumber foto : DetikNews

Menurut Azyumardi Azra, rivalitas Arab Saudi dengan Iran terus berlangsung tidak hanya di kawasan Timur Tengah tetapi juga di kawasan lain dalam bentuk konfrontasi dengan menggunakan pihak lain sebagai kepanjangan kepentingan, dengan tujuan mendapat keuntungan strategis di negara ketiga.

Rivalitas keduanya antara arab sunni dengan Iran Syi’ah terus berlanjut sampai hari ini, saling curiga antara negara-negara Arab yang sunyi dan Iran dengan kelompok-kelompok sekutunya yang menganggap sistem kerajaan di kawasan Teluk tidak sesuai dengan kaidah Islam sementara Saudi dan negara-negara Arab lain menuduh Iran memiliki agenda politik untuk mengekspor semangat revolusinya ke negara-negara kawasan dengan tujuan dalam rangka merebut hegemoni dan berebut pengaruh politik di pusaran konflik di kawasan Timur Tengah.

Aliran Syi’ah 

Sekilas Sejarah Munculnya Syi’ah

secara historis dikenal sebagai pendukung Setia Ali Bin Abi Thalib. menurut Gibb (1974)  Syi’ah adalah sebuah nama untuk golongan sekte muslim yang sebagai pendukung kuat dan fanatik dengan pengakuan terhadap Ali sebagai khalifah yang sah setelah nabi wafat dalam zaman Nabi dan sahabat sebutan ini belum pernah digunakan orang, masa itu istilah yang dikenal adalah Ahlul Bait  atau Alawi, Bani Alawi atau ba’ Alawi. Orang Syi’ah itu artinya orang-orang yang masuk golongan pendukung Ali, Mempercayai bahwa Sayyidina Ali itulah yang berhak menjadi pengganti nabi setelah wafatnya

Dasar keyakinan kaum Syi’ah bahwa Nabi Muhammad, sebelum beliau wafat telah menetapkan Ali sebagai pengganti beliau. kedudukan Ali dalam hal ini sebagai yang menerima wasiat beliau. ia menerima kepercayaan sepenuhnya dari beliau untuk menggantikan beliau dalam memimpin umat. penerima wasiat sesudah beliau adalah Hasan Kemudian Husein dan seterusnya.

Ali dan penerusnya sebagai imam-imam di samping mewarisi kepemimpinan juga diyakini oleh pengikut Syi’ah, Mereka mewarisi sifat kekudusan dari nabi pemberi wasiat. lebih jelasnya tampak kepemimpinan dan kekuasaan di bidang spiritual dan politik dan sifat kekudusan atau ma’shum  pada nabi diwariskan kepada Ali dan berlanjut kepada imam-imam penerusnya.

Dengan posisi yang demikian itu Imam memiliki kekuasaan dan peranan penting dalam penetapan hukum dan undang undang. Imam mempunyai kewenangan dan kekuasaan paling tinggi dalam penetapan undang-undang dan hukum. dan setiap yang diputuskannya termasuk bagian dari syariat.

Demikianlah doktrin pokok Syi’ah imamiyah. Pengikutnya saat ini banyak terdapat  mayoritas terutama di Iran Pakistan dan India. kepemimpinan Imam Adalah pemegang kekuasaan spiritual (otoritas keagamaan)  dan kekuatan politik sekaligus.  walaupun terjadi kegaiban pada diri Imam kedua belas (Imam Mahdi),  politik Syi’ah tidak berarti berhenti.  kepemimpinan yang gaib itu dilaksanakan oleh yang disebut Faqih. Kapasitasnya adalah wakil Imam untuk melaksanakan pemerintahan dalam semua aspek keagamaan sosial dan politik, seperti yang terjadi dan berlangsung di Iran sekarang ini titik tapi dalam kenyataan konteks di Iran, Dapat dikatakan kedudukannya hanya sebagai ‘simbol’ bagi menjamin keberlangsungan politik Syi’ah di tangan Faqih, yang juga memiliki kekuasaan spiritual dan kekuasaan politik.

Patut dipahami bahwa terjadinya pengkultusan terhadap diri Ali oleh kaum Syi’ah tidak terlepas dari pendapat kaum khawarij yang mengkafirkan Ali sejak peristiwa tahkim,  para pengikut Ali yang Yang setia jelas tidak dapat menerima tuduhan pengkafiran itu. untuk itu mesti ada suatu doktrin yang mengimbanginya, yaitu mengangkat Dan mengkultuskan Ali pada tingkat mashum dan mendoktrinkan bahwa ia telah ditetapkan melalui wasiat nabi Sebagai Imam untuk menggantikan Nabi

Perjuangan kelompok Syi’ah untuk mengambil Khilafah dan mengembalikannya kepada keluarga Ahlul Bait tidak pernah surut. Namun demikian setelah Husein wafat, kalangan Syi’ah berbeda sikap ketika berbicara siapa pewaris Imamah Husein, Dalam perjuangannya kemudian Syi’ah terpecah dalam beberapa sekte seperti Itsna ‘Asya riyyah (banyak berkembang di Yaman), Serta lain-lainnya. Walaupun demikian hampir semua sekte Syi’ah menekankan pentingnya kepemimpinan Ali bin Abi Tholib sebagai pewaris kepemimpinan Muhammad SAW.  dan setelah itu kepemimpinan diwariskan kepada Husein bin Ali.

Para pendukung Ali yang berkembang menjadi kelompok Syi’ah ini khususnya kelompok Syi’ah dua belas ( Itsna Asy’ariyyah) Pada tahun 1945 M -1055 M  berhasil mendirikan dinasti Bu waihi di Baghdad. kemudian kelompok Syi’ah Ismaliah Pada tahun 910 M  mendirikan daulat fatimiyah di Afrika Utara, Yang selanjutnya berhasil menaklukkan Mesir pada tahun 969 M  Pada tahun 1523 m kelompok Syi’ah 12 mendirikan sebuah dinasti yaitu dinasti syafawiyah di Persia.

Pada zaman modern sekarang ini komunitas Syi’ah tersebar di banyak negara yaitu Iran, Irak, Lebanon, Bahrain, dan Syria di negara-negara tersebut ( kecuali Iran),  kelompok Syi’ah masih berebut pengaruh dengan kelompok Sunni. sedangkan di Iran komunitas Syi’ah berhasil membangun dan mempertahankan negara dengan sistem Republik Islam di Iran ini kelompok Syi’ah merupakan mayoritas yang dominan.

IRAN SYI’AH SAAT INI

Negara Iran sekarang ini sebelumnya dikenal dengan nama Persia, semenjak tahun 1959 digantikan menjadi Iran yang berarti “ tanah bangsa Arya”  oleh Muhammad Reza Pahlevi yang memerintah Iran dari 16 September 1941 hingga digulingkan dalam revolusi Iran pada 11 Februari 1979. Republik Iran resmi terbentuk pada tanggal 1 April 1979.

Republik Islam Iran berdiri Berdasarkan sistem presidensial, presiden Bertanggung jawab kepada rakyat, leader dan majelis parlemen setiap provinsi dipimpin oleh Gubernur Jenderal sedangkan Kabupaten/ Kotamadya dipimpin gubernur. pengangkatan Gubernur Jenderal dan Gubernur dilakukan oleh DPRD ideologi negara berdasarkan kepada agama Islam mazhab Syi’ah Imam 12 (Ja’fari). Berlaku sistem yang disebut Welayat-e Fakih (Supremasi kaum ulama) Di mana seorang pemimpin agama memiliki hak untuk memberikan fatwa keagamaan sekaligus memegang kekuasaan tertinggi dalam masalah ketatanegaraan.

Selain  itu ada Marja-e taklid (ulama senior) Yang memiliki wewenang untuk memberikan fatwa hukum kepada masa penganut ajarannya yang tersebar di berbagai wilayah. Imam Khomeini Yang merupakan tokoh kemudian dikukuhkan dalam konstitusi sebagai ayatullah uzma yang berkuasa di bidang politik sekaligus bidang keagamaan ( sebagai Marja-e taklid).

ALIRAN SALAFI WAHABI

Kelompok ini menyebut dirinya dengan Salafi, bagian dari Arab Sunni, namun bersifat eksklusif. kelompok ini menyatakan satu-satunya kelompok salaf, sedangkan kelompok diluar dirinya dituding tidak salaf.

kelompok ini pada dasarnya bagian dari aliran dan gerakan dalam islam yang berfaham Wahabi sehingga bisa digunakan terminologi Salafi Wahabi. Wahabi adalah paham dan gerakan keagamaan yang dibawa oleh Muhammad Ibnu Abdul Wahab (1703-1792) ia berkolaborasi dengan keluarga Saud (dibantu kolonialisme Inggris) merebut dan kemudian mendirikan kerajaan Arab Saudi. Salafi Wahabi awalnya melakukan pemurnian ibadah pada akhir abad ke -19 ditanah Hijaz (Arab Saudi). Menurut Jamhari, Jika ditelusuri akar geneologis teologi sebenarnya teologi bersumber pada beberapa pemikiran dan gerakan Pertama, Peikiran Ibnu Taimiyah yang menentang adanya infiltrasi budaya-budaya lokal dalam praktik keagamaan. kedua, secara gerakan, teologi salaf dipengaruhi oleh gerakan reformis Wahabi di Arab Saudi. Ketiga, ini yang paling mendasar, gerakan ini dipengaruhi oleh penafsiran literal (Mazhab al Dhahiri) yang lebih mengedepankan teks tanpa melihat konteks.

Dalam perkembangan kelompok salafi Wahabi terbagi dalam dua kelompok besar, yaitu Salafi Dakwah dan Salafi Jihadisme. Digunakannya istilah salafi dakwah dalam tulisan ini adalah untuk membedakan antara salafi wahabi dakwah dengan salafi paham salafi jihadisem yang merupakan bagian dari kelompok Islam Radikal. Secara prinsip, salafi dakwah dan salafi jihadisme sama-sama berusaha mengembalikan pemahaman islam menurut generasi salafus shalih. namun kaum salafi jihadisme mempunyai doktrin jihad dan doktrin tauhid hakimiyah yang berbeda dengan ajaran kelompok salafi dakwah Tauhid Hakimiyah adalah konsep yang menganggap bahwa kedaulatan politik sepenuhnya milik Allah. Aktualisasi kedaulatan Allah ini mewujud pada penerapan syariat Islam dalam mengatur kehidupan sosial dan politik.

Penolakan terhadap syariat Islam sama dengan penolakan terhadap kedaulatan Allah. konsekuaensinya si pelaku dinyatakan kafir, walaupun dirinya mengucapkan syahadat dan menunaikan shalat.

SISTEM POLITIK ARAB

Bagi kerajaan Saudi, Qur’an merupakan undang-undang dasar negara dan syariah sebagai hukum dasar, yang dilaksanakan oleh mahkamah-mahkamah syariah dengan ulama sebagai hakim dan penasihat-penasihat hukumnya. kepala negara adalah seorang raja yang dipilih oleh dan dari keluarga besar saudi. dalam jabatannya sebagai raja. dia juga merupakan kepala keluarga besar saudi yang terdiri lebih dari empat ribu pangeran, yang paling dituakan diantara kepala-kepala suku atau qabilah yang terdapat dalam wilayah kerajaan. Raja dengan dibantu oleh dewan menteri mengawasi lembaga-lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. di Arab Saudi tidak terdapat dewan perwakilan rakyat, dan juga tidak terdapat partai politik. yang ada disana adalah Majelis Syura yang anggota-anggotanya ditunjuk dan diangkat oleh raja kekuasaan raja hanya dibatasi dan harus tunduk kepada syariah, pelanggaran terhadap hukum syariah dapat merupakan alasan atau dasar untuk menurunkan dia dari tahta kerajaan.

ARAB SUNNI VS IRAN SYI’AH

Iran menganggap dirinya sebagai negara yang merepresentasikan sebagai seimbol islam. sehingga tidak hanya menggambarkan diri mereka sebagai pemimpin Syi’ah tapi sekaligus seluruh kaum revolusioner muslim yang terdiri melawan dunia barat.

Hal yang paling dikhawatirkan Arab Saudi adalah program pengembangan nuklir milik Iran. yang dapat mengganggu perdamaian regional. Raja Abdullah pernah mengecam keras Iran dengan menyebutnya negara yang tidak layak ada di kepala ular yang harus dipotong.

Campur tangan di Negara-negara Syi’ah seperti Irak dan Bahrain atau negara-negara dengan komunitas yang signifikan seperti Kuwait, Lebanon dan Yaman menjadi kekhawatiran yang signifikan seperti Kuwait, Lebanon dan berhak mencampuri urusan internal negara lain. Perlu digaris bawahi, Iran memang mengambil peran seperti itu, berperan aktif dalam setiap isu dikawasan Timur Tengah. Iran jelas memiliki keinginan memimpin atau menjadi yang terdepan bagi umat muslim.

Sumber Foto : Atsar ID “Antara Arab Saudi dengan Iran”

Iran menjelma menjadi kekuatan baru dikawasan Timur Tengah. Negara-negara tetangga melihat Iran sebgai sesuatu yang berbeda atau tidak biasa di dunia islam lantaran budaya Iran bukan budaya Arab. Iran memiliki sejarah panjang sebagai bangsa persia yang berbicara dengan bahasa persia, berbeda dengan masyarakat muslim di Timur Tengah yang identik dengan bahasa Arab.

PERSAINGAN HEGEMONI DAN PENGARUH ANTARA KEDUANYA

Dalam laporan Midle East Center yang dirilis tahun 2018, memyebutkan bahwa Iran dan Saudi telah memberikan dukungan terhadap kelompok pemerintah atau organisasi yang sedang berkonflik di negara kawasan Sebagai contoh dalam perang Syuriah. Arab Saudi mendukung oposisi yang notabene beraliran Syi’ah, pemerintah di bawah Basyar Asad, didukung Iran.

Di Irak misalnya pada tahun 2005 Saudi banyak mengeluarkan dana untuk mendukung Iraqi Acco Cord Font (Tawafuq) dan kelompok-kelompok yang beraliran Sunni. Sementara Iran telah membantu kaum oposisi Irak terutama sejak berakhirnya Invasi Amerika Tahun 2003.

Di Libanon Iran telah memberikan dukungannya terhadap kelompok Hizbullah sejak berdirinya tahun 1982 dan Saudi menunjukan dukungannya kepada pemeintah  dengan bantuan infrastruktur yang difokuskan di perkotaan seperti Beirut. Di Bahrain, Saudi Arabia telah menegaskan dukungannnya kepada keluarga al Khalifa terutama sejak terjadi gelombang demonstrasi pada tahun 2010. Iran diklaim telah membantu kaum oposisi yang beraliran Syi’ah. Sementara Yaman saat ini adalah negara yang sedang mengalami krisis politik akibat konflik internal yang terjadi antara pemerintah Yaman dan Kelompok pemberontak Houthi. Konflik tersebut dipicu oleh diskriminasi yang dilakukan pemerintah terhadap kelompok pemberontak Houthi. Konflik di Yaman semakin tidak terkendali setelah Arab Saudi dan Iran terlibat dalam konflik tersebut.

Sumber : CNN, “Perselisihan Arab Sunni dengan Iran Syiah”

Arab Saudi bertetangga dengan Yaman memberlakukan operasi militer karena alasan keamanan sedangkan Iran membantu kelompok pemberontak Houthi dalam pasokan senjata. Bantuan Iran terhadap kelompok pemberontak Houthi didasarkan oleh persamaan ideologi. Keterlibatan Arab Saudi dan Iran dalam konflik ini membuat kedua negara ini semakin bersaing dalam memberikan dukungannya terhadap sekutu masing-masing Dua negera ini berupaya untuk meningkatkan bantuan guna memenangkan konflik yang terjadi di Yaman saat ini.

PENUTUP

Dari pembahasan yang telah dikemukakan tersebut, konflik dan persaingan antara Arab Saudi yang Sunni dan Iran yang beraliran Syi’ah tidak terlepas dari kepentingan politik perbatasan, ekonomi dan politik ideologi, tidak murni semata-mata perbedaan sektarian, tetapi persaingan dan perebutan pengaruh di kawasan Timur Tengah.

Sistem monarki yang dianut Saudi Arabia bertentangan dengan nilai-nilai Islam sementara revolusi Iran Syi’ah tahun 1979 dipandang sebagai suatu penentangan terhadap rezim konservatif Sunni, terutama di kawasan Teluk. Sementara dunia Arab mencurigai gerakan revolusi Iran pimpinan Ayatullah Khomeini akan di ekspor ke negara-negara tetangga.

Iran sangat mendukung usaha Palestina menentang Israel dan menuduh negara-negara seperti Arab Saudi tidak memperhatikan nasib warga Palestina dan mewakili kepentingan pihak Barat. Secara historis Arab Saudi memiliki hubungan dekat dengan Barat yang memasok milyaran dolar persenjataan sejak tahun 1979, hubungan Iran dengan Barat sangat menegang dan Barat menerapkan Sangsi Ekonomi selama bertahun-tahun terhadap Iran terkait apa yang dipandang sebagai usaha Iran untuk memiliki Senjata Nuklir.|Hz

Loading

Share: