INDUSTRIALISASI adalah suatu proses perubahan sosial ekonomi yang mengubah sistem pencaharian masyarakat agraris menjadi masyarakat industri.
Industrialisasi ini awalnya terjadi di Eropa dan Amerika Utara pada abad ke 18 dan 19 kemudia berlanjut ke negara-negara lain termasuk Indonesia.
Dilansir dari Encyclopedia Britannica, industrialisasi adalah proses konversi menuju tatanan sosial ekonomi yang di dominasi oleh industri.
Mengutip dari Ekonomi Pembangunan (2004) Lincolin Arsyad, industrialisasi adalah proses modernisasi ekonomi yang mencakup seluruh sektor ekonomi yang berkaitan satu sama lain dengan industri pengolahan.
Artinya, industrialisasi bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah seluruh sektor ekonomi dengan sektor industri pengolahan sebagai sektor utama. Sedangkan maksudnya, dengan adanya perkembangan industri maka akan memacu dan mengangkat pembangunan sektor-sektor lainnya.
Menurut klasifikasi Jean Fourastie, sebuah ekonomi terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama terdiri dari produksi komoditas (pertanian, peternakan, eksploitasi sumber daya mineral). Bagian kedua proses produksi barang untuk dijual dan bagian ketiga sebagai industri layanan.
Proses industrialisasi didasarkan pada perluasan bagian kedua yang kegiatan ekonominya di dominasi oleh bagian pertama.
Dari penjelasan tersebut, kita dapat mengetahui bahwa proses industrialisasi suatu proses perubahan sosial ekonomi yang mengubah sistem pencaharian masyarakat yang tadinya masyarakat sebagai petani akan menjadi pekerja di pabrik-pabrik modern.
Ada beberapa faktor yang bisa mendorong industrialisasi diantaranya:
Pertama ketersediaan dan pemanfaatan sumber daya alam.
Kedua infrastruktur yang menjadi kunci dalam mendukung industrialisasi. Transportasi yang effesien, jaringan listrik yang stabil, serta fasilitas penyediaan air bersih adalah komponen penting yang memungkinkan industri beroperasi secara efisien.
Ketiga, ketersediaan tenaga kerja yang terampil. Industri memerlukan tenaga kerja yang memiliki keahlian khusus untuk mengoperasikan mesin dan teknologi modern.
Keempat, kebijakan pemerintah dalam mendorong industrialisasi seperti kebijakan yang mendukung investasi, peraturan perdagangan yang kondusif, serta insentif fiskal agar mendorong pertumbuhan industri.
Selanjutnya yang kelima, faktor inovasi dan teknologi untuk memacu industrialisasi.
Kemajuan teknologi, penelitian, dan pengembangan produk adalah elemen_elemen kunci dalam pengembangan sektor manufaktur dan industri. Dan yang terakhir adalah faktor pertumbuhan pasar.
Dimana ada permintaan yang begitu kuat untuk produk dan jasa industri di pasar yang berkembang.
Jika faktor-faktor tersebut bisa dipenuhi, maka ada beberapa dampak positif yang terjadi dengan hadirnya industrialisasi diantaranya adalah barang tersedia dengan jumlah dan variasi yang besar.
Industrialisasi memungkinkan kita memiliki lebih banyak barang untuk dibeli dengan harga terjangkau. Mesin membantu pekerja menjadi lebih produktif, menghasilkan lebih banyak barang dari pada sebelumnya.
Kedua, industrialisasi memungkinkan mebuka lebih banyak peluang kerja. Pabrik-pabrik dan fasilitas produksi baru membutuhkan pekerja untuk mengoperasikan mesin, mengawasi produksi, melakukan perakitan, dan menjalankan berbagai tugas lainnya.
Ketiga, produktivitas kerja lebih tinggi karena dibantu oleh teknologi sehingga menghasilkan lebih banyak output dan lebih cepat. Dan yang terakhir meningkatnya standar hidup.
Karena proses industrialisasi Masyarakat memiliki akses ke barang-barang murah dan bervariasi. Akibatnya, mereka mendapatkan barang-barang yang mereka butuhkan untuk membuat hidup mereka lebih mudah dan produktif.
Tentunya selain hadirnya dampak positif dari proses industrialisasi ini di barengi dengan dampak negatif serta terhambatnya proses industrialiasi seperti keterbatasan teknologi karena urangnya perluasan dan penelitian dalam bidang teknologi menghambat efektivitas dan kemampuan produksi.
Kemudian masalah kualitas sumber daya manusia karena terbatasnya tenaga profesional di Indonesia menjadi penghambat untuk mendapatkan dan mengoperasikan alat alat dengan teknologi terbaru. Dan terbatasnya dana pengembangan teknologi oleh pemerintah untuk mengembangkan infrastruktur dalam bidang riset dan teknologi.
Pun beriringan dengan efek negatifnya seperti terjadinya urbanisasi karena terpusatnya tenaga kerja pada pabrik-pabrik, sehingga area tersebut berkembang menjadi padat penduduk.
Kemudian perubahan struktur sosial berdasarkan pada pola pra industrialisasi di mana suatu keluarga besar cenderung menetap di suatu daerah.
Setelah industrialisasi keluarga biasanya berpindah pindah tempat dan hanya terdiri dari keluarga inti (orang tua dan anak – anak).
Keluarga dan anak – anak yang memasuki kedewasaan akan semakin aktif berpindah pindah sesuai tempat di mana pekerjaan itu berada. Dan yang terakhir pencemaran lingkungan.
Industrialisasi menimbulkan banyak masalah penyakit. Mulai polusi udara, air, dan suara, masalah kemiskinan, alat alat berbahaya, kekurangan gizi. Masalah kesehatan di Negara industri disebabkan oleh faktor ekonomi, sosial politik, budaya dan juga pathogen (mikroorganisme penyebab penyakit).
Saya sudah membayangkan bagaimana Kabupaten Lebak ke depan jika proses industrialisasi ini terjadi.
Seperti yang sudah di rencanakan bahwa di Lebak akan ada Pembangunan Kawasan industri yang terpusat di Kecamatan Cileles karena didasarkan pada beberapa peluang, salah satunya pembangunan jalan tol Serang-Rangkasbitung, Rangkasbitung-Cileles, Cileles Penimbang sesuai dengan rencana Pembangunan industri tahun 2024-2044 atas hasil pembahasan revisi peraturan daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang & Wilayah (RTRW).
Dari 304.472 Hektar luas wilayah Lebak, ada sekitar 11.000 hektar yang telah disediakan oleh pemerintah kabupaten Lebak untuk Pembangunan Kawasan industri.
Tentu, Pembangunan Kawasan industri ini akan banyak sekali menimbulkan pro-kontra di kemudian hari. Banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang menghantui dalam proses pra_industrialisasi ini.
Tentunya kemudian untuk mempersiapkan Masyarakat Lebak agar lebih siap dalam menghadapi proses industrialisasi ini.
Jangan sampai, Masyarakat Lebak hanya menjadi penonton di Tengah-tengah proses industrialisasi ini.
Tentunya, perlu peran-peran pemerintah juga untuk memberikan pelatihan-pelatihan khusus dan sosialisasi terhadap masyarakat mengenai industrialisasi yang sebentar lagi akan terjadi ini.
Szreter menegaskan bahwa industrialisasi tidak hanya sebagai fenomena khusus, tetapi juga sebagai aspek universal dari perubahan dalam perdagangan dan ekonomi manusia.
Sejalan dengan perspektif ini, Todaro memberikan definisi pembangunan sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup reorganisasi dan reorientasi sistem ekonomi dan sosial secara menyeluruh.
Saya jadi teringat ketika Dudley Seers mengajukan pertanyaan kritis dalam konteks Pembangunan:
Apa yang telah dilakukan untuk mengatasi kemiskinan? Bagaimana penanganan pengangguran telah dilaksanakan? Apa langkah-langkah konkret yang diambil untuk mengurangi ketidaksetaraan?
Jika ketiga pertanyaan tersebut mendapatkan jawaban positif, menandakan bahwa kemiskinan, pengangguran, dan ketidaksetaraan cenderung menurun, maka pembangunan dianggap berhasil di negara tersebut.
Namun, jika salah satu atau dua dari isu-isu sentral ini mengalami peningkatan, terlebih lagi jika ketiganya, maka sulit untuk menyimpulkan bahwa “pembangunan” telah mencapai kesuksesan, meskipun pendapatan per kapita dapat menunjukkan peningkatan.
Durkheim, Weber, dan Marx menunjukkan perspektif yang berbeda-beda dalam kaitannya dengan masyarakat industri. Durkheim mengungkapkan keprihatinannya yang mendalam mengenai potensi pergolakan dan bahkan kehancuran masyarakat akibat proses industrialisasi. Sebaliknya,
Weber mempermasalahkan munculnya rasionalitas formal berdimensi tunggal yang berpusat pada kuantitas dibandingkan kualitas.
Sebagai pengkritik masyarakat industri yang paling vokal, Marx berargumentasi bahwa pesatnya perkembangan teknologi baru bukanlah suatu kemajuan organik melainkan sebuah konsekuensi dari akumulasi modal yang sengit dan persaingan yang ketat.
Hal ini, menurutnya, mengaburkan hubungan sosial yang rumit dan penting bagi kemajuan masyarakat. Pakar sosiologi, yang menyuarakan keprihatinan ini, mempunyai kekhawatiran mendalam mengenai dampak transformatif industrialisasi.
Mereka meramalkan tidak hanya perubahan sosial yang besar namun juga kebangkitan masyarakat industri yang sangat kompetitif.
Dampak yang dapat diantisipasi adalah meningkatnya persaingan dalam masyarakat, mendorong pergeseran ke arah pemikiran yang lebih rasional yang menekankan kuantitas dibandingkan kualitas dalam berbagai aspek kehidupan.
Lalu kemudia pertanyaannya apakah kita siap menghadapi proses industrialisasi itu, sudah sejauh mana kita mempersiapkannya?
Ditulis oleh Teguh Pati Ajidarma
Tulisan ini dedikasikan dalam rangka menyambut hari ulang tahun kabupaten lebak ke-196