Tantangan Politik Gen-Z Menuju Indonesia Emas, Refleksi Politik ala Bung Hatta

Membaca tulisan karya Endi Biaro, tentang Analisis Kampanya Pilkada di Era Post Truth, saya jadi bertanya-tanya apakah politik juga mampu meyakinkan atau bahkan merubah generasi saat ini untuk siap menghadapi tantangan politik yang ada.

Bagaimana berbahayanya jika kampanye yang dilakukan tak mengindahkan nilai dan pendidikan dari politik itu sendiri, bahkan di sana dikatakan fakta tak lagi menjadi basis pembentuk opini public saat ini, melainkan sentimen dan emosi.

Generasi muda, khususnya Gen-Z, kini berdiri di persimpangan penting dalam sejarah politik Indonesia. Lahir di era digital yang serba canggih dan cepat, dihadapkan pada tantangan untuk memaknai politik dengan tempo sesingkat-singkatnya, apalagi kalau hanya melihat model kampanye yang dikemas sedemikian emosional.

Tagline yang gencar diperdengarkan yaitu Indonesia Emas, sebuah era di mana politik tidak semata-mata soal kekuasaan, tetapi juga soal etika, moralitas, dan kepentingan bersama.

Dalam buku Demokrasi Kita karya Mohammad Hatta, ia menekankan bahwa demokrasi yang sehat memerlukan pemimpin yang memiliki karakter moral yang kuat. Hatta mengingatkan bahwa politik adalah alat untuk mencapai keadilan sosial, bukan tujuan itu sendiri.

Dalam konteks ini, Gen-Z perlu belajar bahwa politik sejati tidak berkutat pada pengumpulan kekuasaan, tetapi pada bagaimana kekuasaan digunakan untuk menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat luas.

Tantangan bagi Gen-Z adalah menjaga prinsip-prinsip ini di tengah pragmatisme politik yang sering kali mengaburkan batas antara benar dan salah.

Dari buku Indonesia Merdeka (1928), Hatta juga menjelaskan pentingnya pendidikan politik bagi generasi muda. Pendidikan politik yang dimaksud Hatta bukan sekadar pengajaran teori atau ideologi, tetapi juga pendidikan yang membangun karakter, melatih kepekaan sosial, dan menumbuhkan semangat pengabdian.

Bagi Gen-Z yang terbiasa dengan akses cepat ke informasi, tantangan mereka adalah bagaimana memilah dan memahami informasi politik yang valid, serta menggunakannya untuk memperjuangkan kepentingan rakyat, bukan sekadar untuk mengejar popularitas di media sosial.

Lebih jauh lagi, dalam buku Soeharto dan Barisan Jenderal Orde Baru karya Salim Said, dijelaskan bagaimana generasi muda di masa Orde Baru dihadapkan pada situasi politik yang berbeda.

Mereka harus menavigasi antara idealisme politik dan realitas kekuasaan yang represif. Dalam konteks Gen-Z, meski tantangannya berbeda, pelajaran penting yang dapat diambil adalah bagaimana menjaga idealisme politik di tengah-tengah tekanan untuk berkompromi dengan kekuasaan.

Generasi ini harus belajar dari sejarah bahwa kekuasaan yang tidak diimbangi dengan integritas dan transparansi hanya akan memperkuat korupsi dan merusak fondasi demokrasi.

Mengutip Bung Hatta: Pribadinya dalam Kenangan karya Deliar Noer, kita melihat sosok Hatta yang selalu konsisten dalam prinsipnya meskipun menghadapi berbagai rintangan politik.

Dari sini, Gen-Z dapat mengambil inspirasi bahwa konsistensi dalam prinsip sangat penting dalam politik. Di era sekarang, di mana informasi dan opini bisa berubah dengan cepat, memegang teguh prinsip politik yang berlandaskan etika dan moralitas adalah tantangan besar.

Gen-Z memiliki potensi besar untuk mengubah wajah politik Indonesia, tetapi potensi ini hanya bisa terwujud jika mereka memiliki pemahaman yang mendalam tentang sejarah dan prinsip-prinsip politik yang telah diperjuangkan oleh para pendiri bangsa.

Mohammad Hatta, melalui tulisan dan perjuangannya, telah memberikan landasan penting bagi kita untuk memahami apa yang dibutuhkan dalam politik yang bermartabat.

Gen-Z harus memahami bahwa politik bukan soal kemenangan cepat atau popularitas sementara. Seperti yang pernah disampaikan oleh Hatta, “Setiap perjuangan menuntut kesabaran, ketekunan, dan kejujuran.”

Loading

Share: