Menyoal dunia pendidikan, baru-baru ini ramai jadi perbincangan maraknya kasus siswa titipan saat pelaksaan PPDB di beberapa sekolah di Banten yang menghebohkan dunia maya, bagaimana tidak, ada kongkalikong yang terjadi antara para pejabat dengan pihak sekolah, guna memuluskan siswanya untuk masuk ke sekolah yang mereka inginkan.
Hal demikian serupa dengan apa yang diberitakan media Kompas.id yang melakukan investigasi terkait Kecurangan PPDB, yang mana banyak siswa yang masuk melalui titipan ”Jalur Siluman,” mereka menemukan fenomena tersebut dilsayakan oleh pihak SMA Negeri yang ada di wilayah Banten, Bali dan Kepulauan Riau.
Jalur titipan menjuruskan pada istilah praktik jalur masuk sekolah negeri melalui desakan dan permintaan orang tertentu yang memiliki kekuasaan. Titipan tersebut mulai dari anggota legislatif, aparat, pejabat daerah, aktivis lembaga swadaya masyarakat (LSM), hingga wartawan.
Fenomena ini cukup mencengangkan, belum lagi pemberitaan dari beberapa media lainnya yang membahas terkait masalah infrastruktur pendidikan yang belum merata, kasus adanya jual beli kursi untuk siswa di beberapa sekolah swasta yang katanya favorit, serta maraknya kasus korupsi yang terjadi di dunia pendidikan.
Mendengar hal tersebut, seketika saya jadi bertanya-tanya, tentang cita-cita mulia dahulu yang sering diungkapkan dengan riangnya ketika guru menanyakan kepada muridnya, seperti saya ingin jadi polisi, dokter, guru dan lain sebagainya, apakah saat ini masih relevan dan masih digandrungi oleh anak-anak, melihat merosotnya nilai moral dan maraknya kejahatan yang seolah dianggap lumrah.
Lantas seperti apa wajah pendidikan kita saat ini, jika korupsi yang katanya hina, seolah menjadi sensasi baru yang cukup menggiurkan, bagaimana tidak, kita bisa melihat banyak sekali media yang menyoroti tindakan korupsi yang merajalela, yang lebih bajingannya, ketika datang momen tertentu terpidana bahkan narapidana malah mendapat remisi potongan hukuman beberapa bulan bahkan bertahun-tahun, enak sekali hidupnya.
Tentu saja kita tidak ingin, poster dan media pemberitaan lebih banyak membahas korupsi ketimbang membahas tentang prestasi bangsa kita, prestasi dan peningkatan mutu pendidikan kita. Poster-poster yang lebih banyak memberitahukan wajah berseri dari majunya perpolitikan di negara kita, bukan hanya sekedar Poto wajah calon-calonnya saja.
Tentu kita mendambakan semua orang berbangga diri telah menjadi bagian dari bangsa ini, bukan malah sebaliknya. Lantas sekali lagi, mau kita buat seperti apa wajah pendidikan di negeri kita, apakah wajah korupsi yang akan menghiasi dindingMading dan berbagai majalah di tempat kita.
Kita tentu mendambakan siswa-siswi yang asik menjalani hari-hari di sekolahnya dengan penuh semangat, ruang kelas menjadi tempat belajar yang menyenangkan, bukan malah sebaliknya, dimana ruang kelas dan sekolah seolah angker dan mencekam, guru-guru seolah sosok yang killer dan mensayatkan. Lagi dan lagi, mau kita ukir seperti apa wajah pendidikan kita saat ini.
Jika kita melihat materi-materi ajar yang kurang menarik, kita seolah dibuat heran, apakah materi dan keilmuan yang tidak relevan atau penyampaian materinya yang kurang ngena di hati dan tidak masuk ke otak mereka semua. Padahal jika melihat konsep keilmuan secara umum, tidak ada ilmu yang tidak bermanfaat, lantas dimanakah letak kekeliruan dari sebuah materi ajar yang kurang diminati oleh siswa-siswi di sekolah.
Jika melihat data yang disampaikan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) yang menerangkan bahwa tingkat korupsi di sektor pendidikan kini berada di antara lima besar jenis korupsi yang ditindak oleh aparat penegak hukum di Indonesia. Kerugian yang diderita negara akibat korupsi di bidang ini telah mencapai angka fantastis, yakni 1,6 Triliun rupiah, dan jumlah tersebut masih terus bertambah. Kasus ini tidak hanya melibatkan pelsaya di tingkat rendah, seperti guru, tetapi juga menjalar hingga ke pejabat tinggi, termasuk bupati. Hal ini menegaskan bahwa korupsi anggaran pendidikan telah berlangsung secara sistematis dan meluas. Sangat miris.
Pendidikan adalah fondasi utama pembangunan suatu bangsa. Ketika sektor ini terjerat oleh praktik korupsi, dampaknya sangat destruktif. Generasi penerus bangsa menjadi korban langsung dari tindakan tidak bermoral ini, dengan kualitas pendidikan yang terabaikan dan fasilitas yang tidak memadai. Selain itu, integritas dan moralitas tenaga pendidik serta pejabat pemerintahan menjadi tercoreng, menciptakan lingkaran setan korupsi yang sulit diputus.
Memberantas korupsi di sektor pendidikan bukanlah tugas mudah dan tidak bisa hanya mengandalkan penegak hukum. Ini adalah tugas bersama yang memerlukan peran aktif dari seluruh elemen masyarakat. Edukasi mengenai bahaya korupsi harus dimulai sejak dini, sehingga generasi muda memahami betapa pentingnya integritas dan kejujuran. Masyarakat juga harus berani melaporkan praktik korupsi yang terjadi di sekitarnya, tanpa rasa tsayat atau segan.
Selain itu, pemerintah perlu memperkuat sistem pengawasan dan transparansi dalam pengelolaan anggaran pendidikan. Penggunaan teknologi informasi, seperti sistem audit berbasis digital dan pelaporan keuangan secara online, dapat menjadi salah satu solusi untuk meminimalisir celah korupsi. Peningkatan kesejahteraan tenaga pendidik dan pejabat pemerintahan juga harus menjadi prioritas, sehingga mereka tidak tergoda untuk melsayakan korupsi.
Perang melawan korupsi di sektor pendidikan adalah perjuangan panjang yang memerlukan kerjasama dan komitmen dari semua pihak. Hanya dengan usaha bersama, kita dapat mewujudkan sistem pendidikan yang bersih, transparan, dan berkualitas, demi masa depan Indonesia yang lebih baik. Mari kita berperan aktif dalam memberantas korupsi dan menjaga integritas sektor pendidikan, karena masa depan bangsa ada di tangan kita semua.